Dipenghujung Mei 2009 saya ditelpon oleh Nayat untuk ketemuan di Yogya bersama dengan beberapa orang teman SMA. Pada awalnya ada rasa enggan untuk ikut dalam pertemuan tersebut mengingat saya pada waktu itu lagi padat acara, tapi ketika disebutkan bahwa Erica “my little cute girl” juga akan hadir sayapun tanpa babibu mengiyakannya dengan penuh antusias.
Erica sebenarnya sudah menjadi teman saya semenjak kami masih sama-sama duduk di kelas 3 SMP II Pertamina Balikpapan. Selepas SMA kamipun berpisah dan tidak pernah bertemu sekalipun selama 26 tahun terakhir. Sepanjang perjalan menuju Yogya saya berusaha keras untuk mengingat dan membayangkan kembali sosoknya yang dulu saya kenal. Gambaran seorang gadis pemalu dengan style rambutnya yang selalu dipotong pendek muncul dengan jelas dari alam bawah sadar. Saya juga ingat bahwa dulu saya sangat mengaguminya karena walaupun pemalu dan kurang “bersosialisasi” Erica tergolong murid yang sangat cerdas.
Semua gambaran yang sudah tertanam di otak saya jadi benar-benar kacau balau ketika kami dipertemukan kembali. Bagaimana tidak, sosok pemalu tersebut kini telah bertransformasi menjadi sosok yang sangat periang dan yang juga tidak kalah mengejutkannya adalah style rambutnya juga ikut-ikutan berubah. Saya begitu menikmati semua percakapan yang terjadi, kalau dulu saya yang aktif bicara kini malah berbanding terbalik. Erica memang sosok yang luar biasa, kalau dulu saya begitu mengaguminya maka malam itu saya begitu begitu begitu mengaguminya.
Pertemuan singkat dengan Erica pada waktu itu memang sangat mengesankan sekali. Begitu banyak pelajaran yang dapat saya petik dari sana. Saya akhirnya meyakini bahwa kepribadian seseorang tidak selalu harus mengikuti sifat dasarnya saja melainkan dapat terbentuk oleh faktor lingkungan dan tentu saja ditunjang oleh keinginan dari yang bersangkutan untuk berubah. Berkat Erica sayapun kini lebih dapat memahami apa yang dimaksudkan Florence Littauer dengan Koleris, Sanguinis, Melankolis dan Phlegmatis.
Erica sebenarnya sudah menjadi teman saya semenjak kami masih sama-sama duduk di kelas 3 SMP II Pertamina Balikpapan. Selepas SMA kamipun berpisah dan tidak pernah bertemu sekalipun selama 26 tahun terakhir. Sepanjang perjalan menuju Yogya saya berusaha keras untuk mengingat dan membayangkan kembali sosoknya yang dulu saya kenal. Gambaran seorang gadis pemalu dengan style rambutnya yang selalu dipotong pendek muncul dengan jelas dari alam bawah sadar. Saya juga ingat bahwa dulu saya sangat mengaguminya karena walaupun pemalu dan kurang “bersosialisasi” Erica tergolong murid yang sangat cerdas.
Semua gambaran yang sudah tertanam di otak saya jadi benar-benar kacau balau ketika kami dipertemukan kembali. Bagaimana tidak, sosok pemalu tersebut kini telah bertransformasi menjadi sosok yang sangat periang dan yang juga tidak kalah mengejutkannya adalah style rambutnya juga ikut-ikutan berubah. Saya begitu menikmati semua percakapan yang terjadi, kalau dulu saya yang aktif bicara kini malah berbanding terbalik. Erica memang sosok yang luar biasa, kalau dulu saya begitu mengaguminya maka malam itu saya begitu begitu begitu mengaguminya.
Pertemuan singkat dengan Erica pada waktu itu memang sangat mengesankan sekali. Begitu banyak pelajaran yang dapat saya petik dari sana. Saya akhirnya meyakini bahwa kepribadian seseorang tidak selalu harus mengikuti sifat dasarnya saja melainkan dapat terbentuk oleh faktor lingkungan dan tentu saja ditunjang oleh keinginan dari yang bersangkutan untuk berubah. Berkat Erica sayapun kini lebih dapat memahami apa yang dimaksudkan Florence Littauer dengan Koleris, Sanguinis, Melankolis dan Phlegmatis.
I miss you babe... perubahan apapun yang terjadi pada dirimu kamu tetap pribadi yang menyenangkan, dan bagiku kamu juga tetap my little cute girl…..
iya yah kalian buat acara reuni dadakan di jogja,
BalasHapusreuni jkt kapan ?
Wah pada reuni terus ya orang-orang di tanah air
BalasHapusKalau reuniannya di Libya gak kuat ongkosnya Hen...
BalasHapus