Kamis, 21 Januari 2010

Seharusnya kita berterimakasih pada Sri Mulyani dan Boediono

Melihat tayangan pemeriksaan PANSUS DPR atas dugaan penyalahgunaan wewenang dalam Bail Out Bank Century memang sungguh mengasyikan sekali, begitu banyak hal baru yang dapat kita petik dan pahami dalam dialog yang terjadi. Istilah CAR, NPL, KSSK, LPS, SIB, Bail Out dan Blanket Guarantee yang selama ini hanya dikenal oleh kalangan terbatas menjadi santapan kita sehari-hari. Harusnya kita bersyukur karena atas jasa Sri Mulyani dan Boediono semua ini dapat terjadi.

Saya yang dulu pernah berada dilingkaran perbankan begitu antusias melihat setiap jalannya pemeriksaan, sampai-sampai terbersit keinginan untuk kembali berkiprah di dunia perbankan, padahal keinginan tersebut sudah saya kubur dalam-dalam selama 5(lima) tahun belakangan ini. Tidak kurang dari 14(belas) tawaran kerja di bank pernah saya terima dan kesemuanya tidak merubah keputusan saya yaitu untuk tidak kembali berkarier di bank. Kasus Bank Century yang mencuat kepermukaan pada akhirnya menjadikan keteguhan hati yang selama ini terjaga dengan baik menjadi goyah, terdorong oleh gemasnya hati menyaksikan pernyataan dan  atau perilaku bodoh yang ditunjukkan oleh beberapa orang saksi dan  juga beberapa oknum pansus.

Dari beberapa pemeriksaan yang saya ikuti, saya sempat mencatat beberapa “kebodohan” mencurigakan yang seharusnya tidak perlu dilakukan, walaupun memang disengaja dalam rangka untuk menyembunyikan atau melindungi sesuatu. “Kebodohan” yang saya catat ini tentu saja hanya merupakan pendapat saya pribadi dan bukan bertujuan untuk digunakan sebagai alat ukur dalam menilai “kebodohan-kebodohan” yang telah mereka lakukan.

LAKON
KEBODOHAN YANG DILAKUKAN

  1. “Mengundang” Marsilam Simanjuntak yang jelas-jelas  tidak memiliki pengetahuan dan pengalaman  yang cukup dalam dunia perbankan sebagai Narasumber dalam rapat penting KSSK.
  2. Sebagai Menteri Keuangan yang juga peraih penghargaan Internasional dalam bidang ekonomi telah membuat sebuah keputusan penting  tanpa dukungan data keuangan yang “akurat” dan pada akhirnya merasa tertipu.



  1. Sebagai Gubernur Bank Indonesia telah begitu saja “mempercayai” data yang dilaporkan oleh bawahannya sehingga menyebabkan Sri Mulyani pada akhirnya merasa tertipu.
  2. Mengeluarkan “perintah cekal” terhadap Robert Tantular pada tanggal 20 November 2008 sementara pada tanggal 25 November 2008 menyatakan pada Jusuf Kalla bahwa tidak ada dasar hukum yang kuat untuk menangkap Robert Tantular.



  1. Menandatangani Daftar Hadir rapat KSSK sebagai UKP3R tetapi bersikeras bahwa kehadirannya diundang sebagai “Narasumber” KSSK.
  2. Sebagai orang yang tidak memiliki pengetahuan yang cukup dibidang perbankan "begitu percaya" diri  menerima undangan sebagai “Narasumber” KSSK. Kepercayaan dirinya ini pada akhirnya  justru membuat dirinya tampak bodoh  dikarenakan mengusulkan penggunaan pasal 37 UUD perbankan tahun 1998 sebagai dasar Bail Out Bank berdampak sistemik.   

  1. Dengan penuh rasa bangga menyatakan dirinya sebagai wakil rakyat yang menjunjung tinggi etika dan penegakan hukum. Dengan etika yang dibanggakannya pula  melontarkan kata bangsat kepada pimpinan sidang.
  2. Bersama dengan kroninya telah menunjukkan kepada rakyat dan konstituennya bahwa kehadiran mereka dipansus tidak lebih  sebagai alat untuk mengganggu konsentrasi anggota pansus dari fraksi lainnya yg serius  melakukan  tugas pemeriksaan, menghujat Jusuf Kalla, memojokkan saksi ahli dan secara terselubung berperan aktif melindungi saksi yang dicurigai.

0 comments:

Posting Komentar